Photo taken by Bunny Hillary |
Gunung Ceremai (seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang
beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian
sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang
dinamakan Gowa Walet. Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman
Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar
15.000 hektare.
Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus
acidus, sejenis tumbuhan perdu
berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya
nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan 'ci-' untuk
penamaan tempat.
Photo taken by Bunny Hillary |
Letusan G. Ceremai tercatat
sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu istirahat
terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga letusan 1772, 1775 dan 1805
terjadi di kawah pusat tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Letusan
uap belerang serta tembusan fumarola baru di dinding kawah pusat terjadi
tahun 1917 dan 1924. Pada 24 Juni 1937 –
7 Januari 1938 terjadi letusan freatik di kawah pusat dan celah radial. Sebaran
abu mencapai daerah seluas 52,500 km bujursangkar (Kusumadinata, 1971). Pada
tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda daerah baratdaya
G. Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah tenggara –
barat laut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan
Talaga sebelah barat G. Ceremai terjadi tahun 1990 dan tahun 2001. Getarannya
terasa hingga Desa Cilimus di timur G. Ceremai.
Pendakian Jalur Apuy
Perjalanan relatif santai
dengan medan tidak terlalu terjal dan sesekali memberi sedikit bonus (agak
datar). Pos Simpang Lima (1908 mdpl) berupa dataran cukup untuk 2-3 tenda
kapasitas 4 orang. Dari Pos 2 (Simpang Lima) menuju Pos 3 (Tegal Wasawa)
memerlukan waktu tempuh sekitar 1 jam. Jalur semakin terjal, hutan makin
tertutup dan bonus menjadi langka. Sekitar 100 m menjelang pos III, terdapat
simpang tiga yang cukup jelas, pertemuan jalur baru dan jalur lama. Jalur di
sisi kanan merupakan jalur lama dari pos I yang melewati situ (danau) dan
kuburan dengan track agak melambung. Kami mengambil jalur kiri menuju ke pos
III. Pos III (Tegal Wasawa) 2.400 mdpl) berupa dataran cukup untuk 1 tenda
kapasitas 4. Dari Pos 3 Tegal Wasawa menuju Pos 4 Tegal Jamuju (2.600 mdpl)
waktu yang ditempuh sekitar 35 menit. Medan berupa tanah yang cukup padat
melintasi hutan yang cukup lebat dan rindang. Sesekali melintasi akar-akar
pohon. Dari Pos 4 (Tegal Jamuju) menuju Pos 5 Sanghiang Rangkah (2.800 mdpl)
waktu tempuh sekitar 1 jam 20 menit. Perjalanan menuju Pos 5 cukup panjang dan
terjal. Pos V merupakan pertemuan jalur Apuy dan Palutungan, di sebelah kanan
terdapat papan penunjuk jalur. Palutungan menuju Sanghiang Ropoh, Pos VII jalur
Palutungan. Di sisi jalur menurun ke bawah, terdapat sungai kering. Beberapa
bagian jalur sungai tsb. terdapat ceruk dengan genangan air. Pos 5 Sanghiang
Rangkah menuju Pos 6 Goa Walet yang berada diketinggian 2.950 m dpl perlu waktu
tempuh sekitar 2 jam. Jalur berbatu menganak sungai membuat perjalanan
melambat. Di tengah jalur batu, terdapat sebatang pohon yang ditempel papan
penunjuk ke puncak dan turun ke arah Palutungan. Pos 6 Goa Walet menuju Puncak
Ciremei hanya perlu waktu 35 menit. Puncak Ciremei dari sisi Selatan terdapat
tugu penanda puncak tertinggi gunung Ciremei.
Pendakian Jalur Palutugan
Photo taken by Bunny Hillary |
Pendakian Jalur Linggajati
Selepas dari Pos Pendaftaran dengan melintasi jalanan beraspal
pendaki memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Cibeunar yang berada
di ketinggian 750 mdpl. Tempat ini juga terdapat sumber air yang cukup
melimpah, yang tidak akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai di puncak.
Selepas Cibeunar lintasan akan melewati ladang penduduk dan kawasan hutan pinus
hingga memasuki Leuweng Datar di ketinggian 1.285 mdpl. Leuweng Datar terletak
di tengah-tengah hutan tropis. Selepas daerah ini lintasan mulai menanjak dan
melewati area yang cukup datar sebagai camp
yakni Sigedang dan Kondang Amis (1.350mdpl). Untuk sampai di Kuburan Kuda
diperlukan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Blok Kuburan Kuda berada pada
ketinggian 1.580 mdpl, merupakan lapangan datar yang cukup luas dan cukup teduh
sebagai tempat perkemahan. Selepas Kuburan Kuda, jalur semakin curam dan kita
akan sampai di Pengalap (1.790 mdpl). Dengan sudut lintasan yang mulai membesar
kita akan melewati Tanjakan Bin-Bin (1.920 mdpl) dan semakin menanjak lagi
ketika melewati Tanjakan Seruni. Tanjakan Seruni (2.080 mdpl) adalah lintasan
yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki akan
menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya
berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya. Begitu juga dengan
jalur berikutnya hingga sampai di Tanjakan Bapak Tere (2.200 mdpl) Selepas
Tanjakan Bapatere lintasan tetap menanjak hingga sampai di Batu Lingga dengan
waktu tempu sekitar 2,5 jam. Batu Lingga (2.400 mdpl) merupakan pos
peristirahatan yang berupa tanah datar dan terdapat sebuah batu berukuran besar
dahulunya tempat Wali songo bersolat dan berkotbah. Pos ini adalah tempat yang
keramat, konon pawa Wali sering mengadakan pertemuan di tempat ini menurut kesaksian
para pendaki kehadiran para wali ini ditandai dengan gumpalan cahaya yang terbang di tempat ini. Di tempat ini
terdapat dua buah batu nisan. Meninggalkan kawasan Batu Lingga lintasan tetap
menanjak. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos peristirahatan
berupa tanah datar yakni Sangga Buana Bawah (2.545 mdpl) dan Sangga Buana Atas
(2.665 mdpl). Selepas itu pendaki akan memasuki batas vegetasi antara hutan
dengan daerah terbuka. Untuk sampai di Pangasinan. Pangasinan berada pada
ketinggian (2.860 mdpl) merupakan pos terakhir. tempatnya lebar sehingga cukup
untuk membuka belasan tenda, meskipun lokasinya agak berbukit-bukit. Kabut dan
hujan yang sering muncul dipuncak meskipun di musim kemarau menyisakan genangan
air di celah-celah bebatuan sehingga bisa dimanfaatkan untuk minum dan memasak. Diperlukan waktu sekitar 1
jam untuk merangkak melewati bebatuan cadas untuk sampai di puncak. Hujan deras
sering muncul di puncak sehingga aliran air terkucur dari atas membasahi para
pendaki. Di puncak pendaki bisa memandang melihat kota Cirebon dan laut Jawa,
kapal-kapal besar nampak dikejauhan. Kearah Timur tampak gunung Slamet dengan
puncaknya yang tertutup awan.
Sumber :
|
No comments:
Post a Comment