Photo By Google |
Carstensz Pyramid gunung beratap salju di Indonesia yang
berada di Papua banyak di impikan oleh banyak pendaki untuk bisa menjejakkan
kaki di puncaknya. Selain karena dia adalah puncak tertinggi di Indonesia, para
pendaki akan menemukan sensasi berbeda yang tidak didapatkan di hampir semua
karakter gunung di Indonesia, yakni atapnya Indonesia ini beratap salju.
Tetapi salju ini diperkirakan akan menyusut dan mengering
pada tahun 2024, hal ini disebabkan oleh pemanasan global. Perhitungan tersebut
didasarkan atas analisis data empiris menggunakan pendekatan linier yang
dikerjakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Jadi bukan tidak
mungkin suatu saat pegunungan ini akan kehilangan salju seperti yang terjadi di
Gunung Kilimanjaro, Afrika.
Photo by Google |
Puncak Carstensz Pyramid memiliki ketinggian 4884 M dpl (
16023 ft ). Lokasi koordinatnya berada pada S 04°04.733 dan E 137°09.572,
terletak di sebelah barat Central Highland yang disebut dengan Jayawijaya dan
pegunungan Sudirman. Banyak yang mengira bahwa puncak Jayawijaya sama dengan
Carstensz Pyramide, padahal kedua puncak ini bersebelahan letaknya.
Pada tahun 1623 Navigator dari Belanda John Carstensz
menjadi orang pertama yang membawa kabar ke daratan Eropa tentang adanya puncak
es di negara tropis di garis eografis equator Barat Papua Nugini. Hasil
laporannya ditanggapi dengan gelak tawa oleh publik pada saat itu. Baru pada
tahun 1899, selang 3 abad lamanya ekspedisi Belanda yang sedang membuat peta di
situ membenarkan apa yang di sampaikan John Carstensz. Maka namanya di abadikan
di situ.
Gunung ini memang terletak di Indonesia, namun pendaki yang
menyemarakkan dengan menjelajahi punggungannya kebanyakan malah dari pendaki
luar negeri bukan pendaki lokal. Tahukah Anda, setiap tahunnya ada sekitar 200
- 300 pendaki luar negeri yang mengeksplore gunung ini, sementara pendaki
Indonesia hanya puluhan orang saja. Memang terlihat aneh, namun inilah faktanya
yang terjadi di lapangan. Usut punya usut pendaki lokal terkendala dalam hal
perijinan.
Untuk mendaki gunung ini ada dua akses, yaitu melalui
Freeport dan Ilaga. Galih Donikara, seorang senior Wanadri menyebutkan untuk
mendaki gunung ini harus memiliki rekomendasi dari kantor Menpora, Kapolri, BIA
– Intelejen Indonesia, Menhutbun / PKA, PT Freeport Indonesia ( PTFI ). Kalau
mau lewat Tembagapura ditambah dari Federasi Panjat Tebing Indonesia ( FPTI ).
Itu semua harus diurus di Jakarta. Lalu di Jayapura,
rekomendasi dari Bakorstranasda dan Kapolda harus dikantongi. Di Timika,
rekomendasi EPO dan izin PTFI untuk fasilitas lintasan. ”Terakhir di
Tembagapura, koordinasi dengan Emergency Response Group ( ERG ) untuk penanganan
Emergency Procedur dan aparat Satgaspam untuk masalah keamanan lintasan,” jelas
pendaki gunung yang sempat tergabung dalam ekspedisi Indonesia – Everest ’97
ini.
Rentetan panjang daftar surat rekomendasi ini yang akhirnya
banyak membuat pendaki kita lebih memilih mendaki luar negeri. Sementara untuk
akses Ilaga, dibutuhkan lebih banyak lagi biaya dan waktu yang lebih lama untuk
mencapai kemah induk.
Seorang petualang kawakan asal kota Malang "Bambang
Hertadi Mas" pada tahun 1987 sempat mengurungkan niatnya mendaki puncak
Carstensz dan lebih memilih berekspedisi ke Kilimanjaro yang ada di Tanzania.
Saat itu ia berkomentar, ”Mending sekalian ke luar ( negeri ), toh ongkos dan
susahnya proses perizinan relatif tidak jauh berbeda”.
RUTE
Ada 3 rute utama untuk mencapai puncak Caratensz ini. Yang
pertama biasa disebut dengan rute Harrer ( Harrer’s Route ). Rute ini merupakan
rute yang paling mudah untuk dilewati. Meskipun mudah, tidak berarti segalanya
akan mudah dalam menaklukkan puncak Jaya ini.
Harrer’s route menempuh perjalanan untuk naik dan turun
sekitar 12 sampai 15 jam. Tingkat kesulitannya berkisar antara 3 - 4 standar
UIIA. Kesulitan yang ada dalam menempuh rute ini adalah ketika berada di bawah
puncak Jaya. Kemiringan tebing yang curam, sampai dengan 10 - 15 derajat
setinggi kira - kira 80 meter, membutuhkan ekstra kehati - hatian.
Photo by Google |
Standar UIIA menyatakan bahwa kesulitan dalam hal ini adalah
5 - 5+. Pengalaman dan pengetahuan yang cukup dalam hal climbing merupakan
bekal utama. Bebatuannya cukup kuat dan tidak mudah longsor / lepas. Kesulitan
yang akan dihadapi akan lebih besar lagi ketika mencapai bebatuan yang
bergerigi dengan overhang wall yang berkisar 10 meter, dengan tingkat kesulitan
6 - 7+ standar UIIA. Bagi pendaki pemula hal ini bisa diatasi dengan
menggunakan Jumar sebagai alat bantunya.
Rute yang kedua adalah East Ridge. Rute ini merupakan
pertengahan antara rute Harrer dan rute yang paling sulit. Jalan yang ditempuh
akan lebih jauh dan tentunya juga akan lebih lama.
Rute yang ketiga adalah American Direct. Rute ini merupakan
rute yang akan menempuh perjalanan langsung ke puncak. Rute ini memerlukan
skill, pengalaman, dan juga pengetahuan yang memadai tentang Climbing. Yang
terburuk dari rute ini adalah, tingkat kesulitan yang semakin tinggi ketika
mendekati puncak, yaitu tebing yang curam, dinding dari puncak Cartensz.
Sumber :
No comments:
Post a Comment